Benar kata orang, penyesalan datang di akhir. Kalau saja penyesalan adanya di awal, mungkin itu dapat mencegah sesuatu yang tidak diinginkan. Yaaaaah....semuanya sudah terjadi. Entah sekarang mau berbuat apa, entahlah...aku sendiri tak tau. Ibarat nasi sudah jadi bubur.
Memilih teman ternyata perlu juga. Tadinya itu bukan masalah dari kalangan manapun, bisa jadi temanku. Namun, mungkin aku salah dalam hal ini. Aku menerima siapa saja yang ingin jadi temanku, tak memandang ia siapa dan darimana, apakah levelnya sama atau tidak denganku, its ok. Nothing perfect. Setelah kejadian itu, aku mulai sadar, siapa yang ada di sekeliling kita, itu akan sangat berpengaruh dengan tindakan kita dalam bersikap. Apakah aku memilih teman yang salah?
Aku sudah mempercayainya. Aku memilihnya karena ia baik. Sehari-harinya aku pun tahu, walaupun sebatas yang aku tahu saja. Tapi kenapa? Kenapa ia membohongiku? Kenapa ia tega berbuat seperti itu padaku? Dia melukaiku. Seumur hidupku. Ya! Aku pikir aku akan menderita seumur hidupku dengan tingkahnya yang membuatku menyesal sekarang dan mungkin selamanya.
Aku membencinya. Bukan. Tapi aku sangat membencinya. Dia membunuhku tepat di sini. Di hatiku. Aku tidak melihat perasaan yang sama di matanya, dia sepertinya tidak menyesal. Dia tidak melihat kebencianku, karena aku selalu tersenyum untuknya. Sakit sekali tersenyum kepada orang yang menyakitiku. Kalian tau? Aku tersenyum kepadanya setiap aku bertemu, padahal jelas2 aku membencinya. Betapa munafiknya diriku bukan? Aku ingin dia tetap tinggal karena aku ingin dia tanggungjawab dengan semua tindakannya, atas kebohongan dia, dan sempat terlintas dia masih menyayangiku juga. Walaupun aku tak pernah tau apakah sayangnya benar2 tulus, aku rasa tidak. Dia tak setulus itu. Kalau dia tulus seharusnya dia hanya punya satu hati. Tapi kenapa aku mempertahankan yang seperti dia? aku benar2 bodoh.
Berkali2 aku teriak dalam nyataku dan hatiku. Sayangnya aku lemah. Aku tak bisa marah. Aku tak bisa memakinya. Aku hanya bisa tersenyum. Kalau saja aku bisa marah, ingin aku katakan padanya, "kamu siapa? berani2nya kamu melakukan itu hah??!!!! aku sudah memperingatkan kamu sebelumnya, kenapa kamu tetap tak menurutiku? kamu kenapa juga berbohong padaku? kamu mau jadi pahlawan? kalau kamu mengatakan di awal siapa kamu sebenarnya, kalau saja kamu ngga berbohong, mungkin aku tidak akan melanjutkan hubungan ini, sekarang kamu membuatku menderita, tapi kamu diam saja? tidak adakah yang bisa kamu lakukan untuk membalas smua kejahatanmu? kamu membuatku seperti mayat hidup. jiwaku sudah mati walaupun ragaku terlihat sehat. Kamu.........kamu........kamu......JAHAT!!!!!!!!! Orang yang paling jahat di dunia ini itu KAMU!"
Makianku, amarahku, tidak akan berguna lagi. Karena yang telah berlalu sudah membuat cerita hidupku menjadi kelam. Gelap. Aku seperti tak bernyawa lagi. Apa yang terjadi nanti aku juga tak tahu. Masih adakah yang mau menerimaku dengan kekuranganku? Kalaupun tak ada, aku siap menerimanya. Ini mungkin takdirku. Dan kamu! kamu yang membuatku menderita seumur hidupku, aku takkan memaafkanmu begitu saja. Aku ingin kamu hidup dalam penyesalanmu karna menyakitiku. Andai saja membunuh tidak berdosa, aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri. Tapi beruntunglah kamu karena aku masih hidup dalam kematian jiwaku, aku masih bernafas dengan amarahku, aku masih bisa tersenyum padamu dalam kemunafikanku, dan suatu saat...aku tidak akan melepaskanmu. Ingat itu.
Memilih teman ternyata perlu juga. Tadinya itu bukan masalah dari kalangan manapun, bisa jadi temanku. Namun, mungkin aku salah dalam hal ini. Aku menerima siapa saja yang ingin jadi temanku, tak memandang ia siapa dan darimana, apakah levelnya sama atau tidak denganku, its ok. Nothing perfect. Setelah kejadian itu, aku mulai sadar, siapa yang ada di sekeliling kita, itu akan sangat berpengaruh dengan tindakan kita dalam bersikap. Apakah aku memilih teman yang salah?
Aku sudah mempercayainya. Aku memilihnya karena ia baik. Sehari-harinya aku pun tahu, walaupun sebatas yang aku tahu saja. Tapi kenapa? Kenapa ia membohongiku? Kenapa ia tega berbuat seperti itu padaku? Dia melukaiku. Seumur hidupku. Ya! Aku pikir aku akan menderita seumur hidupku dengan tingkahnya yang membuatku menyesal sekarang dan mungkin selamanya.
Aku membencinya. Bukan. Tapi aku sangat membencinya. Dia membunuhku tepat di sini. Di hatiku. Aku tidak melihat perasaan yang sama di matanya, dia sepertinya tidak menyesal. Dia tidak melihat kebencianku, karena aku selalu tersenyum untuknya. Sakit sekali tersenyum kepada orang yang menyakitiku. Kalian tau? Aku tersenyum kepadanya setiap aku bertemu, padahal jelas2 aku membencinya. Betapa munafiknya diriku bukan? Aku ingin dia tetap tinggal karena aku ingin dia tanggungjawab dengan semua tindakannya, atas kebohongan dia, dan sempat terlintas dia masih menyayangiku juga. Walaupun aku tak pernah tau apakah sayangnya benar2 tulus, aku rasa tidak. Dia tak setulus itu. Kalau dia tulus seharusnya dia hanya punya satu hati. Tapi kenapa aku mempertahankan yang seperti dia? aku benar2 bodoh.
Berkali2 aku teriak dalam nyataku dan hatiku. Sayangnya aku lemah. Aku tak bisa marah. Aku tak bisa memakinya. Aku hanya bisa tersenyum. Kalau saja aku bisa marah, ingin aku katakan padanya, "kamu siapa? berani2nya kamu melakukan itu hah??!!!! aku sudah memperingatkan kamu sebelumnya, kenapa kamu tetap tak menurutiku? kamu kenapa juga berbohong padaku? kamu mau jadi pahlawan? kalau kamu mengatakan di awal siapa kamu sebenarnya, kalau saja kamu ngga berbohong, mungkin aku tidak akan melanjutkan hubungan ini, sekarang kamu membuatku menderita, tapi kamu diam saja? tidak adakah yang bisa kamu lakukan untuk membalas smua kejahatanmu? kamu membuatku seperti mayat hidup. jiwaku sudah mati walaupun ragaku terlihat sehat. Kamu.........kamu........kamu......JAHAT!!!!!!!!! Orang yang paling jahat di dunia ini itu KAMU!"
Makianku, amarahku, tidak akan berguna lagi. Karena yang telah berlalu sudah membuat cerita hidupku menjadi kelam. Gelap. Aku seperti tak bernyawa lagi. Apa yang terjadi nanti aku juga tak tahu. Masih adakah yang mau menerimaku dengan kekuranganku? Kalaupun tak ada, aku siap menerimanya. Ini mungkin takdirku. Dan kamu! kamu yang membuatku menderita seumur hidupku, aku takkan memaafkanmu begitu saja. Aku ingin kamu hidup dalam penyesalanmu karna menyakitiku. Andai saja membunuh tidak berdosa, aku akan membunuhmu dengan tanganku sendiri. Tapi beruntunglah kamu karena aku masih hidup dalam kematian jiwaku, aku masih bernafas dengan amarahku, aku masih bisa tersenyum padamu dalam kemunafikanku, dan suatu saat...aku tidak akan melepaskanmu. Ingat itu.
0 komentar:
Posting Komentar